Selasa, 28 Mei 2013

selamat pagi

Hai..
Perempuan yang telah aku kecewakan
Selamat pagi..
Maafkan aku.. 
Tak perlu mencari pembenaran apapun karena aku memang bersalah..
Sepenuhnya aku salah.. 
Terimakasih untuk kata-kata yang begitu menusuk hati
Terimakasih untuk menjadikan aku lebih sabar
Lebih kuat
Lebih arief memandang setiap persoalan..
Lebih empati..
Lebih mengikhlaskanmu
Untuk menentukan pilihanmu sendiri
Tanpa harus aku berati dengan syarat ini dan itu..
Terimakasih..

Jumat, 24 Mei 2013

Matre? Ogah Ahhh!!!!!

Jujur. Aku bukan perempuan matre dan enggak mau dimatrein. Kenapa aku enggak mau jadi perempuan matre? karena aku tahu cari uang itu susaaahhh sekali, dan aku terbiasa membelanjakan uangku ke keperluan yang  tepat dan sesuai budget yang aku miliki. Sedari kecil, seingatku, di usia 13 tahun aku sudah mulai bekerja membantu kedua orangtuaku di perusahaan kontraktor milik mereka. Dari mulai memfotokopi , menjilid penawaran proyek, hingga menjilid berlembar-lembar Rancangan Anggaran Biaya (RAB), untuk mempropose proyek pemerintah. Cuma jadi kroco aja sih... , karena tugas aku hanya memastikan lembar-lembar yang harus dijilid itu sesuai dengan urutan masing-masing. dari mulai HO, TDP, NPWP, RAB, dll.
Setiap kali musim tender proyek, aku mengantungi uang sebanyak Rp75 ribu. Di tahun itu, uang sebesar itu nilainya mungkin sama dengan Rp750.000,-  sekarang. Uang itu kebanyakan aku belikan buku pelajaran, novel lima sekawan, atau Trio Detective. Harganya kalau tidak salah Rp1.250 perak.
Seiring perjalanan waktu, aku tumbuh menjadi anak yang mandiri. SMA, hingga kuliah aku makin terbiasa bekerja. Dari mulai bisnis ala anak kuliah, hingga menjadi photografer bagi cewek-cewek centil di kampus yang doyan foto. Zaman itu, belum ada kamera digital.. apalagi HP kamera. jadi semua dikerjakan dengan kamera SLR manual yang mengandalkan cahaya matahari. Hehehee..
Aku pernah memiliki seorang partner, dia juga memiliki semangat mencari uang yang sama dengan aku. Kita berdua punya kafe kecil untuk membiaya pengeluaran kita. Meskipun pada akhirnya kafe itu tutup seiring dengan tutupnya cerita tentang aku dan dia.
 Nah.. kemarin.. Seorang teman baru sebut saja namanya Bunga (32thn), curhat mengenai eks partnernya. Dia mengaku dimatrein sama partnernya itu hingga merugi puluhan juta rupiah. Ckckckckkk...
Sampai akhirnya partnernya itu menikah dengan menggunakan aset yang dananya berasal dirinya.. Hmm...

Selasa, 21 Mei 2013

We Could Be In Love


Be still my heart
Lately its mind is all its own
It would go far and wide
Just to be near you
Even the stars, shining up bright
I've noticed when you're close to me
Still it remains a mystery.

Refrain 1:
Anyone who's seen us
Knows what's goin' on between us
It doesn't take a genius
To read between the lines
And it's not just wishful thinking
Or only me who's dreaming
I know what these are symptoms of
We could be in love.

I ask myself why
I sleep like a baby through the night
Maybe it helps to know
You'll be there tomorrow
Don't open my eyes (ooh hoo-hoo)

I'll wake from the spell I'm under
Makes me wonder how (tell me how)
I could live without you now.

Refrain 2:
And what about the laughter
The happy ever after?
Like voices of sweet angels
Calling out our names
And it's not just wishful thinking

Or only me who's dreaming
I know what these are symptoms of
We could be in love.

Bridge:
All my life, I have dreamed of this
But I could not see your face
Don't ask why to such distant stars
Can fall right into place.

(Repeat Refrain 1 except last word)

...love.

Oh, it doesn't take a genius
To know what these are symptoms of
We could be, oh hoh we could be
We could be in love, we could be
We could be in love.

--- Lea Salonga ---
 

Senin, 20 Mei 2013

Kita. Kamu dan Aku

Entahlah
Dengan bahasa apa kumaknai hubungan kita
Dari bermenit-menit bertukar sapa di telepon
Hingga ratusan aksara yang terkirim
Terus begitu disela-sela kesibukan kita
Ditengah rasa kantuk menyergap mata
Disamping seorang lelaki yang kusebut ayah anak-anakku..
Aku memujamu..
Kau juga tak pernah sanggup kehilangan aku
Tapi kita sudah tetapkan hati
Untuk tidak lagi saling jatuh cinta
Aku bukan takdirmu
Katamu pada suatu malam
Aku diam saja..
Kau boleh narasikan apa saja untuk memaknai KITA
Tapi aku…
Aku maknai KAU hanya sekedar datang di dalam hidupku sebentar saja
Sebagai kekasih, lalu teman.. dan kini SAHABAT..
Terimakasih untuk kebersamaan kita..

Kamis, 16 Mei 2013

Perempuan Yang Memanggilku Madu

Kau lah perempuan itu..
Yang kerap memanggilku madu..
Meskipun aku bernama..
Madu menjadi cukuplah bagimu  untuk memaknaiku..

 


Rabu, 15 Mei 2013

Perempuan Dalam Gerimis

Aku melihatnya...
Perempuan dalam gerimis..
lengkap dengan senyum di ujung bibir..
Kali kedua yang tetap memesonaku..

Perempuan berkerudung yang payudaranya penuh..
Pernah menjadi milikku dalam separuh perjalanan waktu 
Pada mentari sore siap terbenam
Hingga gemintang menjadi penghias langit malam..

Dia ..., aku serahkan pada takdir..
Untuk berjudi dengan masa depan..
Lalu datang kembali..
tetap dengan payudara dan kulit pualam yang sama..

Seorang bocah kecil menetek disana..

 

Kamis, 09 Mei 2013

Kepadamu Laut..

Aku labuhkan penatku pada gelombang yang sepenuhnya menjadi milikmu..
Pada riak air sisa gelombang yang tak henti berlomba mencapai pantai..
Aku terombang-ambing dan terhempas pada satu waktu
Aku lelah..
Izinkan aku melihat dari tepi saja..
Sambil bermain dengan pasir pantaimu..
Untuk kutorehkan sebuah nama disana..
Biarlah kau dan gelombang pasangmu yang akan menghapusnya..
Meski diam-diam.. aku ukir lagi sebuah nama yang sama disana..
Entah sampai Kapan… :’(


Rabu, 08 Mei 2013

Naya Si Gigi Ompong

Nayara, anak perempuanku menginjak usia 6 tahun. Gigi susunya sudah goyah dan siap-siap tanggal. Pada suatu hari, Aku menelepon dokter gigi dan membuat janji pertemuan. Namun terpaksa aku batalkan karena Naya menolak untuk diajak ke dokter gigi.
Gigi yang paling goyah adalah gigi susu depan dibagian atas. Sudah tinggal ditarik sedikiiittt saja rasanya gigi itu bakalan copot tanpa perlu bantuan alat-alat dokter gigi..
Pada suatu malam.. Ketika sedang asyik-asyiknya bercerita dengan Naya, tiba-tiba dia memegang giginya.
"Mamaa.. Gigi aku berdarah," ujarnya panik. Aku tenang-tenang saja dan memintanya untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Darah merembes keluar dari giginya yang goyah.
Aku segera mengambil kapas dan tissue kemudian mengelap rembesan darah tersebut. Lalu dengan sangat perlahan aku dorong gigi yang goyah tersebut kearah luar. Aku tekan sedikit, lalu tiba-tiba gigi tersebut langsung copot. Tentu saja disertai dengan darah yang langsung membanjiri kapas dan tissue ditangan saya.
Naya seketika panik dan menangis. Dan berkata bahwa dia malu bergigi ompong. Takut diejek oleh teman-temannya.
"Semua orang akan mengalami saat-saat copot gigi dalam hidupnya, Nak.. Jadi ini sesuatu yang biasa.. Nanti akan ada pengganti gigi yang baru. Lihat saja teman-teman Naya yang giginya ompong, dalam waktu satu bulan sudah diganti sama Allah dengan gigi yang lebih bagus..," ujarku menenangkan Naya.
Alhasil selesailah tugasku sebagai ibu yang berperan sebagai dokter gigi. Rembesan darah sudah berhenti dan Naya sibuk mematut-matut diri di depan cermin menikmati bentuk baru senyumannya yang dihiasi gigi ompong.
"Ma.. Rasanya ada yang aneh lohh.." katanya tiba-tiba.
"aneh gimana!" tanyaku sambil mengernyitkan kening.
"tadinya kalau Naya gerakkan lidah ke arah gigi depan, ada gigi goyang disini," kata Naya sambil menunjuk ompongnya, "sekarang sudah tidak ada lagi giginya, jadi terasa aneh. Kayaknya kosong begitu kalo Naya gerakkan lidah.. tumbuhnya berapa lama Ma?"
"satu bulan lebih sedikit sudah akan ada pengganti gigi yang baru," kataku menenangkannya. Naya manggut-manggut.
"Jika sesuatu tadinya ada kemudian tidak ada memang akan begitu rasanya. Lidah Naya sudah terbiasa menyentuh gigi goyang disana. Namun sekarang giginya sudah tidak ada. Wajar jika merasa sedikit aneh. Pun begitu pula jika Naya punya teman. Contohnya teman akrab Naya yang namanya Fitri. Ketika Fitri ada, Naya merasa senang meskipun kadang-kadang kalian berdua suka berantem dan berebut mainan.. Tapi begitu Fitri pulang, Naya akan merasa kehilangan dan sedih.. Begitu nggak rasanya?" ulasku panjang lebar.
Naya mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Iya, kemarin habis berantem sama Fitri gara-gara main congklak. Sorenya Naya kerumah Fitri dan minta maaf. Terus kita temanan lagi Ma.." jawab Naya. Aku tertawa dan mengacak rambutnya.
"Begitulah berteman Nak.. Kadang kau merasa tidak pas dengan temanmu. Maka bertoleransi lah. Tetap sayangi teman kamu karena tanpa teman hidupmu akan terasa sepi.."
Demi menghibur hatinya, aku terapkan gaya Mamiku (alm) , ketika anak-anaknya tanggal gigi.. Aku letakkan gigi susu Naya dibawah bantalnya. Lalu kami sama-sama berdoa agar Allah memberikan kesehatan dan gigi pengganti yang bagus untuk Naya.
"Tapi kenapa diletakkan dibawah bantal Ma?"
"Agar peri gigi datang dan mengamini doa kita. Peri gigi akan berdoa juga kepada Allah untuk mengganti gigi Naya dengan segera."
Naya tersenyum dan dengan semangat meletakkan gigi itu dibawah bantalnya.
Tak begitu lama, Naya tertidur. Di bibirnya seulas senyum terukir. Senyum yang dia persembahkan untuk si peri gigi. (adeliawinter)

Harapan


Pagi ini saya dijadwalkan mengisi sebuah acara di kampus. Bukan mengajar, tapi memberikan pencerahan kepada 486 an mahasiswa yang siap diwisuda di pertengahan Bulan Mei ini. Kepada para mahasiswa yang siap menjadi alumni ini saya sangat berharap banyak. Salah satu harapan terbesar saya adalah mereka segera menemukan tempat kerja yang pas dengan kompetensi yang mereka miliki dan bisa menjadi pribadi yang mandiri sehingga tidak lagi menyusahkan orang tua.
Acara pemaparan materi pencerahan   berikut sesi tanya jawab  berlangsung selama 90 menit. Dari mulai pembekalan cara berkomunikasi efektif hingga strategi memenangkan kesempatan kerja dan tak lupa diselipkan kata-kata memotivasi sehingga mereka tumbuh keyakinan terhadap diri sendiri. Acara berlangsung santai dan penuh dengan nuansa keakraban. Sebagai dosen yang berasal dari praktisi public relation and marketing, saya selalu bisa membawakan materi dengan menyesuaikan audiens yang ada di hadapan saya. Ini penting untuk masuk ke alur fikiran mereka dan mempengaruhi mereka.
Celetukan menggoda dan jahil seringkali saya lontarkan manakala saya menyampaikan materi kepada mahasiswa-mahasiswi ini. Hati senang dan gembira mereka seolah menjadi pintu yang terbuka seluas-luasnya dan memberikan kesempatan kepada saya untuk masuk kedalam alam fikir mereka dan berempati kepada mereka.
Bicara mengenai empati, kita semua pernah berada dalam usia mereka. Lulus dari perguruan tinggi di kisaran usia antara 21-24 tahun (yang lebih tua dari pada angka itu berarti termasuk Mapala-Mahasiswa Paling Lama.. wkwkwkkk), bingung menentukan pekerjaan dan perusahaan apa yang akan mereka masuki, bingung menentukan arah karier yang diinginkan (yang penting kerja aja dulu enggak jadi pengangguran bla bla bla…), hingga bingung karena enggak ada lagi alasan ke orang tua untuk minta uang jajan, dan ketakutan-ketakutan lain. Dengan nada bercanda dan menghibur saya ulas ketakutan mereka satu persatu sambil membayangkan diri saya berada diantara mereka puluhan tahun yang lampau. Saya memahami mereka sepenuhnya. Rasa sayang saya sebagai pendidik benar-benar terasa manakala siap melepas mereka pergi. *ngelapairmatadaningus
Saya menikmati suasana ini…
Sebagian besar mahasiswa yang ada di depanku ini adalah anak-anak yang kreatif dan aktif sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Mereka sudah sangat sering menyelenggarakan sebuah acara di kampus dan di luar kampus, hal mana ini merupakan sebuah kebanggaan bagiku karena mereka pasti memiliki kemampuan soft skill yang baik  untuk bekerja dalam sebuah tim. Terbiasa berkoordinasi antar orang per orang, terbiasa melontarkan ide dan menerima ide orang lain.
Harapannya, ketika mereka menguasai hal ini maka ketika berkarier, maka mereka akan menjadi karyawan-karyawan yang rising star dan jika mereka berbisnis maka mereka bisa menjadi leader dalam bisnis yang mereka geluti. Amien..
Harapanku mungkin terlalu banyak kepada bocah-bocah berisik yang ada didepan saya ini.. tiba-tiba saya terfikir. Apa yang menjadi harapan mereka terhadap kampus ini?
“Saya berharap semoga ilmu yang saya terima  baik secara formal akademis maupun non akademis bermanfaat manakala saya sudah bekerja nanti Bu..” ujar Medy, dia mantan ketua UKM Fotografi.
“Saya sangat berharap kampus ini akan terus berkembang dan menjadi satu-satunya kampus swasta yang menjadi tujuan anak-anak SMA/K di provinsi ini . Selain itu pengembangan kualitas kurikulum dan tenaga pengajar juga sangat kami harapkan mengingat kampus ini saat ini sudah jauh lebih besar dan maju (narsis :D) , dibandingkan empat tahun lalu kami masuk kesini. Semakin besar, maka semakin tinggi lah pengharapan masyarakat terhadap kampus ini. Oleh karena itu tak ada pilihan lain selain terus meningkatkan kualitas kurikulum dan tenaga pengajar,” demikian diuraikan oleh Hendarto. Seorang politikus kampus yang pernah menjadi presiden BEM.
Selain Medy dan Hendarto, masih ada 10 orang mahasiswa lain yang saya mintai komentar mengenai harapan mereka. Dan ke-10 nya mendapatkan bingkisan goody bag isi agenda, pena, mug, jam dinding yang mereka terima dengan lapang hati dan senyum lebar alias big grin.. (hallahhh.. keluar topik banget sih..!!!) hihihiii…
Baiklah kembali ke topik utama  tulisan ini. Sesuai dengan temanya, yakni Harapan, maka bisa dipetik satu simpulan. Mahasiswa saya yang siap jadi alumni memiliki harapan terhadap kampus tempat saya mengajar. Saya pun juga memiliki harapan tinggi bahwa mereka bisa menjadi alumni yang membanggakan sehingga bisa menjadi perpanjangan marketing word to mouth yang baik ke semua orang . Alumni adalah bukti nyata apakah sebuah perguruan tinggi mampu mewujudkan harapan masyarakat akan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berkualitas.  Semakin banyak alumni yang berhasil (baik bekerja di perusahaan maupun membuka lapangan usaha sendiri), maka semakin harum lah nama perguruan tinggi tersebut.
Jika benang merah ini ditarik menjadi hubungan yang terbangun diantara dua orang (perempuan :D )tentu saja satu pihak memiliki harapan yang digantungkan kepada pihak lainnya. Contoh… ketika saya mencari perempuan yang tepat, saya tentu berharap banyak kepadanya. Pun begitu pula sebaliknya. Tidak usah dijabarkan terlalu jauh harapan yang diinginkan oleh kedua orang perempuan terhadap pasangannya masing-masing karena semua perempuan pasti berharap hal yang sama (cinta, kasih, sayang, perhatian, dll… tambahkan sendiri ya.. :D ). Maka jika satu pihak tak lagi bisa memberikan atau bahkan menjanjikan harapan  yang diinginkan oleh pasangannya, maka tak usah berlama-lama. Akhiri saja hubungan itu.
Mari saya beri tahu satu hal.. Saya sangat patuh terhadap sebuah ungkapan “Jika kau menggantungkan harapan dan kebahagiaanmu pada orang lain.. Maka bersiaplah untuk kecewa,” .  Karena itu, bangunlah harapan dan kebahagiaanmu sendiri. Jika ditengah-tengah proses itu kau bertemu dengan perempuan yang tepat  dan sesuai dengan yang kamu inginkan,  Maka anggaplah itu bonus yang diberikan Sang Pemilik Kehidupan ini untuk memberi warna dalam hidup yang kau jalani. (adeliawinter)

Selasa, 07 Mei 2013

Menunggu

Seorang diri di ruangan kantor. Aku menunggu seorang tamu. Dia psikolog terkenal di kota ini. Kami memintanya bergabung untuk menjadi konselor tamu sekaligus memperkuat tim di human resourch department sebagai konsultan pemetaan arah karier bagi rekan-rekan dan karyawan yang sudah matang. Dalam 10 tahun terakhir ini perguruan tinggi tempat aku bertugas terus tumbuh dan berkembang. Dan karena ada regulasi yang mengatur bahwa tenaga pengajar yang masih berpendidikan strata satu (S1), tidak boleh lagi mengajar mahasiswa S1 pada tahun 2014 mendatang , maka beramai-ramai lah rekan dosen mengajukan diri untuk kuliah kembali dan meningkatkan kompetensi dengan menempuh pendidikan strata 2 (S2).
Demam S2 ini ternyata berimbas pada karyawan-karyawan pula. Karena 60 % karyawan struktural adalah juga dosen, maka pada tahun-tahun mendatang akan ada tambahan pegawai struktural dengan gelar S2 dibelakang namanya. Mereka mau diapakan? Selain dioptimalkan sebagai dosen, inginnya tentu saja jenjang karier mereka akan naik seiring dengan kompetensi yang mereka miliki. Ambil kasus, seorang sarjana ekonomi (SE), mengambil S2 bidang Marketing, maka akan ada Magister Manajemen (Marketing), yang akan muncul di kampus ini. Jika diawal mereka hanya dioptimalkan sebagai dosen dan staff marketing, maka otomatis, PR besarnya adalah bagaimana mereka dipromosikan sebagai atasannya staff (katakanlah supervisor, kepala bagian, atau kepala biro marketing). Namun, atasan mereka sudah terlebih dahulu “bercokol” di tempat itu ternyata bergelar Sarjana Komputer, yang (dulunya) mereka nganclong di divisi marketing semata-mata karena belajar marketing secara otodidak, harus diapakan???. Jika si sarjana komputer ini ingin ditempatkan sesuai dengan kompetensinya, maka permasalahannya ternyata sudah ada yang menempati posisi tersebut (katakanlah posisi kepala bagian ICT Centre).
Pemindahan (mutasi, promosi, demosi), dll adalah hal yang biasa di perusahaan manapun. Namun entah kenapa, kadang-kadang aku melihat, di dunia pendidikan, pemindahan pejabat adalah sesuatu yang “tidak populer”. Mungkin ini lebih disebabkan budaya “tidak enak hati”. Kami berasal dari sebuah lembaga pendidikan kecil, yang karena concern terhadap mutu pendidikan, dan dicintai masyarakat tempat kami berdomisili (narsis.. :D) sehingga budaya “tidak enak hati” terus bercokol dalam benak kami. Orang-orang “lama” dan dikategorikan sebagai “perintis”, adalah JIMAT untuk kami dan biasanya memang susah sekali digeser karena rasa tidak enak hati tadi. Selain itu karena memang mereka bekerjanya professional dan menggunakan hati juga. Hal mana, mempergunakan hati adalah sesuatu yang sangat diharapkan di sebuah lembaga pendidikan, maka makin susahnya memetakan mereka harus berada dimana. (Oya, bagi yang enggak paham arti jimat, silahkan googling ya.. :D)
Naahhh… ribet dan melebihi benang kusut jadinya kan??
Untung itulah kita memerlukan seorang psikolog yang mumpuni di HRD untuk memetakan arah karier dengan mengadakan semacam psikotes blab la bla.. Selain itu karena di kampus kami ini ada sebuah biro yang membawahi bidang konseling mahasiswa, maka kami juga ingin sesekali mahasiswa yang memiliki masalah berat baik bersifat akademik maupun non akademik bisa berkonsultasi langsung dengan psikolog ini. Harapannya mahasiswa menjadi lebih puas karena bisa menemukan problem solving yang tepat untuk masalah-masalahnya. Dari sisi cost, akan sangat hemat manakala mahasiswa ini mempergunakan psikolog yang memang sudah dibayar oleh lembaga pendidikan kami ini.
Dan kembali lagi ke topik menunggu…
 Menunggu adalah sesuatu yang menjemukan. Namun ternyata jika disikapi dengan bijak, menunggu bisa menjadi sebuah ruang kosong diantara ruang dan waktu yang sibuk yang ternyata membawa manfaat untuk kita. Kita memiliki jeda untuk memikirkan hal-hal baru dan kreatif, serta melakukan pekerjaan lainnya. Inilah yang aku lakukan sembari menunggu si psikolog tersebut : Pengembangan konsep penciptaan mahasiswa dan alumni menjadi young entrepreneur aku lakukan dalam coret-coretan di agenda aku hanya 10 menit , menyelesaikan 10 dokumen disposisi dalam jangka waktu 20 menit, menandatangani berkas-berkas yang diletakkan oleh sekretarisku sejak beberapa hari lalu 5 menit, juga menandatangani sertifikat kegiatan pelatihan yang diadakan oleh mahasiswa selama 10 menit. Total waktu menunggu aku sementara ini 45 menit. Lumayan lama dan menjemukan jika aku hanya duduk-duduk berpangku tangan saja.
Itulah esensi menunggu yang bermanfaat…
Dan… aku juga sedang menerapkan proses menunggu ini di hatiku..
Aku menunggu perempuan yang paling tepat untuk hadir di dalam hatiku sejak tiga tahun lalu setelah hubunganku dengan partner berakhir di tahun ajaran 2009/2010 (dosen banget!!!). Selama tiga tahun itu, aku menunggu perempuan yang tepat sambil kuliah lagi, memetakan dan meraih jenjang karier yang aku inginkan. Hingga tibalah saat dimana aku memiliki partner baru di tahun 2013. Namun sayangnya hanya bertahan beberapa bulan saja karena ternyata kami tidak cocok satu sama lain (baca blog-blog aku yang mellow sebelum tulisan ini :D).
Dan tak ada pilihan lain… aku harus menunggu untuk memulihkan hati. Dan seperti kebiasaan yang sudah-sudah, aku sangat bersabar untuk menunggu. Karena aku bukan tipikal perempuan yang selalu tergesa-gesa dalam menentukan langkah.
Perempuan cantik yang dihadiahkan Tuhan untukku.. Siapapun kamu.. Aku bersedia menunggu untuk kehadiran kamu. Aku berharap ketika waktu-waktu menunggu ini berakhir, maka aku akan menemukan kamu dengan penuh kesabaran membimbingku, memberikan kenyamanan yang aku inginkan, menjadi teman dalam berdiskusi dan bercerita tentang banyak hal, menjadi pelipur lara , menjadi orang yang melihatku apa adanya tanpa “topeng”, menjadi teman cerita keseharianku yang harus selalu menahan diri didepan suami dan menampilkan kesan baik-baik saja kepada anak perempuanku.
Perempuan yang bisa menjadi pelabuhan hati. Tempat aku melabuhkan penat. Tempat aku bermanja dan menyalurkan naluri ingin memanjakan perempuan lain. Perempuan yang bersukacita menyediakan bahu untuk menangis sekaligus meminjam jemariku untuk mengusap air matanya karena aku tahu perempuan lesbian adalah makhluk yang paling sering menangis sedih karena harus menahan diri karena predikat lesbian yang harus disandangnya..
Aku bersedia menunggu untuk kamu wahai perempuan yang dihadiahkan Tuhan….
Hmmm… si psikolog sudah datang. Total menunggu sekitar 70 menit. Beberapa pekerjaan dan satu tulisan yang siap diposting di blog sudah aku selesaikan. :D (AW)

Senin, 06 Mei 2013

Tak Ada Pesta yang Tak Usai

Pesta itu usai sudah.. Membawa kenangan yang tak terlukiskan oleh kata-kata.. meski ber paragrap-paragrap.. Atau bahkan satu bab atau satu judul buku sekalipun... Karena disini.. didalam hati.. tertoreh rasa sakit luar biasa.. membuat air mata kembali berderai.. Sama seperti yang lalu.. Perpisahan ini meninggalkan duka.. Mungkin aku harus banyak belajar.. dari cerita-cerita yang telah lalu.. Belajar bahwa tak semua ingin menjadi nyata.. Tak semua mimpi bisa kugenggam.. Aku menyusut tangis disini.. Dengan tangan dan jemari ku sendiri. Dari semula tiada menjadi ada.. Dari semula ada menjadi tiada..

Mickey Mouse VS Donald Duck

                Ini catatan random. Saya tulis tergesa-gesa di suatu pagi sepi di ruangan kantor. Tiba-tiba saya teringat dengan Nita. Sahabat hetero yang saat ini bertugas di luar provinsi tempat saya berdomisili. Beberapa bulan lalu kita berdua duduk di pojokan dapur rumahku. Sambil menyesap kopi kental tidak begitu manis dan beberapa batang rokok, kami membicarakan banyak hal. Tentang hidup yang kadang kala tak bersahabat pada kita. Betapa tidak berkuasanya kita dengan hidup dan takdir yang kita miliki. Tidak semua keinginan kita diwujudkan oleh Tuhan, meskipun sebagai penghiburan hati, atau memang sudah selayaknya kita berfikir seperti itu, bahwa Tuhan akan selalu menjawab doa-doa kita dengan cara yang menurut_Nya sangat tepat. Keterbatasan kita sebagai manusia lah yang menyebabkan kita berfikir bahwa takdir Tuhan kadang menjadi sangat tidak adil untuk kita yang penuh dengan keterbatasan ini.
                Pembicaraan terus bergulir. Diselingi dengan seruputan kopi. Hisapan rokok, dan tentu saja tawa miris yang kita kamuflasekan dengan tertawa terbahak-bahak.
“Loe suka Mickey Mouse apa Donald Duck?” ujar Nita tiba-tiba.
“Donald,” jawab saya cepat tanpa berfikir lagi. Saya memang sangat menyukai Donald. Suaranya yang khas bebek dan tingkah lucunya membuat saya terbahak-bahak ketika menyaksikan dia sedang beraksi.
“Gw juga suka ama Donald. Dan benci banget sama Mickey,” kata Nita lagi.
“Iyaa.. Gw sebel juga tuh sama Mickey Mouse. Sok tua, sok bijak. Dan agak belagu untuk ukuran tikus. Satu-satunya tikus yang gw suka adalah tikus tukang masak di film Rattatouile (maaf kalo ejaannya salah!). dia tikus yang apa adanya dan rendah hati. Hahahhaaaa…,” kata saya sambil membayangkan si tikus memasak.
“Kira-kira apa yang menyebabkan kita enggak suka Mickey?”
“Entahlah.. Mungkin karena Mickey itu tikus yang identik dengan sesuatu yang kotor, suka menyelinap di dalam rumah, keluar masuk got. Intinya dia jorok dan nyebelin  tapi dicitrakan dalam bentuk yang bijak dan menyenangkan. Tetap saja tidak bisa membuat kita jatuh cinta,” kata saya.
“Menurut gw bukan begitu. Mickey tuh sosok seekor tikus yang selalu beruntung dan cerminan sosok yang benar-benar ideal. Dia memiliki kehidupan yang baik. Pacar (Minnie Mouse) yang cantik dan setia, kehidupan sosial yang baik, diterima di semua kalangan (teman dekat bagi goofy dan tokoh-tokoh Walt Disney lainnya), dan selalu saja memiliki takdir baik, semua urusannya lancar dan dimudahkan. Bandingkan dengan si Donald Duck. Udah lah hidup dengan tiga keponakan yang bandel-bandel, punya paman yang kaya raya tapi pelitnya audzubillah.. . Terus sepanjang hidupnya selalu saja ada kesialan-kesialan yang tidak mampu dia hindari. Punya simpanan biji kenari, pake dicuri lah sama dua tupai. Trusss.. apesnya, punya pacar si Desy Bebek yang kadang-kadang flirting dengan si Untung, rivalnya Donald. Hidup terasa sangat berat bagi Donald,” demikian penjelasan Nita  panjang lebar.
Aku mulai memasuki alur fikiran Nita. Merenung sebentar sambil senyum-senyum, karena betapa kita seriusnya berbicara mengenai tikus dan bebek (jangan sampai mahasiswaku membaca mengenai bahasan tikus dan bebek ini :D ) . Namun.. lama-lama difikir Nita sepenuhnya benar.
Kita menyukai seseorang kadang-kadang lebih karena empati atau karena kehidupan seseorang itu begitu identik dengan kita. Siapa sih manusia yang dalam hidupnya selalu aja beruntung..? hampir tidak ada. Donald mewakili manusia yang penuh dengan keterbatasan, ketidakberuntungan, dan nasib baik yang berjalan berimbang. Hari ini senang, besok sedih, lusa tertawa, hari setelah lusa kita bisa saja menangis karena sesuatu dan lain hal yang terjadi dalam hidup kita.  
Donald adalah bebek yang “manusiawi” sekali.
Bandingkan dengan Mickey yang benar-benar tidak “manusiawi”. Mickey adalah gambaran keberuntungan hidup bertubi-tubi yang nyaris tidak bisa disamakan oleh nasib manusia yang up and down.  Mickey adalah tempat dimana manusia akan berkata bahwa hidup baik-baik saja dan berjalan sesuai dengan rel yang diinginkan. Tapi kenyataannya tidak begitu. Manusia kadang menyerah dan takluk pada qada dan qadar yang telah digariskan Allah dengan cara-Nya untuk maksud tertentu. Lalu serta merta aku dan Nita menjadi sebal setengah mati sama si Mickey ini. Karena hidup kami berdua tidak lah seindah hidup Mickey yang baik-baik saja.
Kami berjuang. Kami memenangkan pertarungan hari ini dan menutup hari dengan tertawa. Kami menangis di hari lain meratapi sesuatu yang menyedihkan hati. Teruuussss begitu… siklus berulang yang saya dan Nita hadapi.
Tapi apapun. Hidup terus berjalan. Tidak menyerah kepada apa yang sudah digariskan Tuhan dalam takdir yang ditasbihkan menjadi milik kita diatas dunia. Seperti juga Donald yang tetap saja berani hidup dan mengejar-ngejar dua tupai yang suka mencuri, berani marah-marah dengan 3 keponakannya, dan berani cheating dibelakang  Paman Gober, dan kadang-kadang jungkir balik memenangkan hati Desy bebek yang labil karena selalu diganggu oleh perhatian (uangnya) Untung. (AW)