Senin, 06 Mei 2013

Energi Positif

Dalam kehidupan yang kita jalani terkadang ada satu masa dimana kita sangat sibuk, kita sedang sedih, atau ketika kita sedang memikirkan segala sesuatu di dalam fikiran kita tentang apapun. Pada saat itu kita cenderung akan mengabaikan banyak hal di sekeliling kita. Kita pasti akan berkata, "Urusan aku saja sudah banyak.." . Lalu kita memilih untuk tidak mau tahu atau tidak mau komen.
Ini hal yang wajar sebenarnya, karena sebagai manusia yang penuh dengan keakuan,  Kita otomatis akan fokus kepada diri kita sendiri. Everythings should be about me.. Itulah yang menyebabkan kita lalu enggan untuk tahu dengan urusan orang lain manakala kita sedang sibuk dengan urusan kita sendiri.
Ini terjadi padaku.. Dua minggu ini aku sedang sedih. Hubunganku dengan partner memburuk. Dia mempermasalahkan status L mom yang tertera jelas di keningku. Dan aku dengan segala kesabaran dan kelegaan hati mencoba untuk mengikuti apa yang diinginkan. Memaksakan sebuah hubungan manakala satu pihak sudah tak nyaman lagi akan membawa ke sebuah hubungan yang sulit. Satu pihak akan merasa terpaksa sehingga memunculkan perilaku-perilaku yang tidak tulus, dan satu pihak lagi akan berada dalam posisi inferior karena harus terus "menjaga mood" diri sendiri dan pasangan. Kesalahan sedikit saja akan mengakibatkan partner yang "terpaksa" ini  berubah sikap. Dan seringkali sikapnya akan sangat mengganggu secara emosional.
Di tengah kesedihan ini, aku seperti berkubang sendiri dalam energi negatif. Menyalahkan diri sendiri mengapa jatuh cinta dengan partner, mengapa menyimpan harapan terlalu besar kepada partner akan hubungan jangka panjang, hingga membenci diri sendiri karena berani-beraninya L Mom seperti aku jatuh cinta dengan gold star lesbian yang aku sendiri tak bisa menjanjikan apa-apa untuk hubungan jangka panjang sementara dia memilih untuk tidak menikah.
Daftar salah menyalahkan ini belum selesai. Aku lalu menyalahkan partner, mengapa sedari dulu ketika tahu aku L Mom dia tidak mundur teratur saja, hingga menyalahkan dia karena masih menghubungi via sms dan telpon padahal sudah status "teman biasa".
Sungguh.. Energi negatif ini sangat mengganggu karena mempengaruhi mood kerja di kantor, hubungan dengan rekan kerja, dan yang paling fatal adalah hubungan dengan keluarga. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut dengan energi negatif ini. Bagaimana membuat segala sesuatu menjadi baik?
Asam bisa dinetralkan dengan basa.. Energi negatif harusnya bisa dinetralkan dengan energi positif. Lalu mulailah aku melihat ke sekeliling.. Aku melihat langit pagi ini, tetap cerah ditaburi awan, matahari terbit dengan cantiknya, embun menguap pelan-pelan takluk pada sinar mentari..
Aku lihat status blackberry teman-teman dan keluarga.. Yang semuanya mencerminkan energi positif. Tidak peduli ada atau tidak adanya  masalah yang mendera hatiku.
"Ya Allah. Berikan kemudahan kepada adikku untuk menjalani test STIS di UII" , demikian  status Nana keponakanku yang kuliah di Jogja. Aku segera meneleponnya dan bertanya tentang adiknya. Pembicaraan antara tante dan keponakan ini berlangsung lumayan lama. Tentunya lengkap dengan petuah-petuah bijak yang ditanggapi positif oleh Nana.  Seusai bertelepon aku seperti mendapatkan energi baru.. Inilah energi positif itu!!!  Ketika kita menyalurkan energi negative menjadi energy positif maka akan menjadi suntikan energy untuk kita.
Di kantor, sekretarisku beberapa kali berbuat kesalahan. Dengan nada bijak dan santun aku sampaikan bahwa dia melakukan kesalahan kecil namun fatal karena terkait dengan pencitraan perusahaan kepada pihak luar. 15 menit bicara dengan sekretarisku untuk menyampaikan betapa pentingnya image bagi perusahaan jasa seperti tempatku bekerja ini. Dan syukur lah sekretarisku menerima dengan baik apa yang aku sampaikan dan mengucapkan terimakasih atas apa yang diarahkan kepadanya.
Tiga hari, aku melakukan hal yang sama. Mencoba menyalurkan energy negative berupa marah, kesal, kecewa, sedih, marah, kepada energy positif yang akhirnya membuka cakrawala fikirku, bahwa apapun masalah yang menderaku, tidak lah lebih baik dari pada nikmat Tuhan yang diberikan lewat orang-orang baik di sekelilingku, lingkungan kerja yang baik, keluarga kecil yang lengkap, dan nikmat rejeki lainnya.
Dan ajaibnya, pada hari keempat, aku merasakan perasaan ringaaaannn luar biasa…. Aku jadi berempati kepada partner atas apa yang telah menjadi keputusannya. Perasaan marah, kecewa, sedih, menyalahkan diri sendiri dan menyalahkan partner, tidak lagi aku rasakan. Sebaliknya, aku merasakan kelegaan dan kelapangan hati atas apa yang  terjadi diantara kami. Aku mencoba memahaminya dari sudut pandang aku. Bahwa partner yang memang tidak memiliki keinginan untuk menikah akan lebih tepat manakala bertemu dengan orang yang juga memilih untuk tidak menikah. Mungkin saja di partner baru itu nantinya mau diajak untuk hidup bersama di kota asal partner.
Saat ini, dengan kedewasaan dan kelapangan hati, aku malah bisa menjadi teman baik pada partner. Ketika disuatu siang dia menelepon untuk bertanya kabar, dengan ringannya aku bertanya, “Kalau kamu sulit untuk mencari partner, maka aku dengan senang hati membantumu untuk mencari partner yang cocok dan sesuai dengan qualifikasi yang kamu inginkan,” ujarku. Eks partner lalu tertawa berderai (suara tawa yang sungguh masih sangat aku rindukan :D ).
Lalu mulailah dia menjelaskan perempuan yang dia inginkan , lengkap dengan statistik kisaran usia , tinggi badan, warna kulit, label, dan kriteria lainnya.
Aku tertawa.. dan mulai mencari siapa yang paling cocok untuk mendampingi eks partnerku. Jadi, kalau kau berusia antara 28 – 38 tahun, memiliki tinggi badan ± 160 an, berkulit sawo matang atau  kulit khas oriental, label andro, memilih untuk tidak menikah, L Mom yang sudah bercerai  , mungkin saja kau adalah partner yang terbaik bagi eks partnerku. Jika iya, maka kau bisa hubungi aku di adeliawinter@gmail.com.
Sekian dan terimakasih.. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar