Rabu, 08 Mei 2013

Naya Si Gigi Ompong

Nayara, anak perempuanku menginjak usia 6 tahun. Gigi susunya sudah goyah dan siap-siap tanggal. Pada suatu hari, Aku menelepon dokter gigi dan membuat janji pertemuan. Namun terpaksa aku batalkan karena Naya menolak untuk diajak ke dokter gigi.
Gigi yang paling goyah adalah gigi susu depan dibagian atas. Sudah tinggal ditarik sedikiiittt saja rasanya gigi itu bakalan copot tanpa perlu bantuan alat-alat dokter gigi..
Pada suatu malam.. Ketika sedang asyik-asyiknya bercerita dengan Naya, tiba-tiba dia memegang giginya.
"Mamaa.. Gigi aku berdarah," ujarnya panik. Aku tenang-tenang saja dan memintanya untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Darah merembes keluar dari giginya yang goyah.
Aku segera mengambil kapas dan tissue kemudian mengelap rembesan darah tersebut. Lalu dengan sangat perlahan aku dorong gigi yang goyah tersebut kearah luar. Aku tekan sedikit, lalu tiba-tiba gigi tersebut langsung copot. Tentu saja disertai dengan darah yang langsung membanjiri kapas dan tissue ditangan saya.
Naya seketika panik dan menangis. Dan berkata bahwa dia malu bergigi ompong. Takut diejek oleh teman-temannya.
"Semua orang akan mengalami saat-saat copot gigi dalam hidupnya, Nak.. Jadi ini sesuatu yang biasa.. Nanti akan ada pengganti gigi yang baru. Lihat saja teman-teman Naya yang giginya ompong, dalam waktu satu bulan sudah diganti sama Allah dengan gigi yang lebih bagus..," ujarku menenangkan Naya.
Alhasil selesailah tugasku sebagai ibu yang berperan sebagai dokter gigi. Rembesan darah sudah berhenti dan Naya sibuk mematut-matut diri di depan cermin menikmati bentuk baru senyumannya yang dihiasi gigi ompong.
"Ma.. Rasanya ada yang aneh lohh.." katanya tiba-tiba.
"aneh gimana!" tanyaku sambil mengernyitkan kening.
"tadinya kalau Naya gerakkan lidah ke arah gigi depan, ada gigi goyang disini," kata Naya sambil menunjuk ompongnya, "sekarang sudah tidak ada lagi giginya, jadi terasa aneh. Kayaknya kosong begitu kalo Naya gerakkan lidah.. tumbuhnya berapa lama Ma?"
"satu bulan lebih sedikit sudah akan ada pengganti gigi yang baru," kataku menenangkannya. Naya manggut-manggut.
"Jika sesuatu tadinya ada kemudian tidak ada memang akan begitu rasanya. Lidah Naya sudah terbiasa menyentuh gigi goyang disana. Namun sekarang giginya sudah tidak ada. Wajar jika merasa sedikit aneh. Pun begitu pula jika Naya punya teman. Contohnya teman akrab Naya yang namanya Fitri. Ketika Fitri ada, Naya merasa senang meskipun kadang-kadang kalian berdua suka berantem dan berebut mainan.. Tapi begitu Fitri pulang, Naya akan merasa kehilangan dan sedih.. Begitu nggak rasanya?" ulasku panjang lebar.
Naya mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Iya, kemarin habis berantem sama Fitri gara-gara main congklak. Sorenya Naya kerumah Fitri dan minta maaf. Terus kita temanan lagi Ma.." jawab Naya. Aku tertawa dan mengacak rambutnya.
"Begitulah berteman Nak.. Kadang kau merasa tidak pas dengan temanmu. Maka bertoleransi lah. Tetap sayangi teman kamu karena tanpa teman hidupmu akan terasa sepi.."
Demi menghibur hatinya, aku terapkan gaya Mamiku (alm) , ketika anak-anaknya tanggal gigi.. Aku letakkan gigi susu Naya dibawah bantalnya. Lalu kami sama-sama berdoa agar Allah memberikan kesehatan dan gigi pengganti yang bagus untuk Naya.
"Tapi kenapa diletakkan dibawah bantal Ma?"
"Agar peri gigi datang dan mengamini doa kita. Peri gigi akan berdoa juga kepada Allah untuk mengganti gigi Naya dengan segera."
Naya tersenyum dan dengan semangat meletakkan gigi itu dibawah bantalnya.
Tak begitu lama, Naya tertidur. Di bibirnya seulas senyum terukir. Senyum yang dia persembahkan untuk si peri gigi. (adeliawinter)

3 komentar:

  1. Great job mom....

    Salam sayang bwt naya...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Hehehe... lucu si Naya, sulungku sebentar lagi pasti seperti Naya.

    Salam sayang buat Naya..

    Salam kenal buat mamanya.. :)

    VK

    BalasHapus